Habislah biji jagung yang muram
Bersama lembayung
Yang
mengantarnya pada petang
Kini
tulang rusuk kian merana
Di
tambah arus kental darahnya
Tak kunjung mencekik hidup
Tubuh
mulai semampai
Menyandang
anggun
Dalam
hitungan usia
Separuh
waktu
Hingga
awal cerita
Kawan baru terus menyeret
Jiwa melompong itu
Lalu ia mulai
menemui
Mentari yang redup
Dalam lingkup sayup-sayup
Berkubang dengan lumpur
Pekat melilit arah hidup
Bahkan tanpa kabar
Dari saudara setali rahim
Hingga ia enggan menyebutnya ibu
Atau kala senja kelabu
Tak jua
ada kata sapa “anakku”
Ia begitu yatim dalam kasih
sayang semu
Pelik menertawaknnya
Betapa lobang itu kian
menganga
Jauh hatinya telah
karatan
Seperti besi yang tahan
badai
Imannya menggeliat
Menyetir fantasi hidup
Terlalu lama nurani juga
ingin terang
Bersama kunang-kunang
malam
Menyaksikan tangan
membisu
Menengadah rasa welas
asih
Pada sang Empunya hidup
Mohon ampun.. mohon
ampun..