Minggu, 24 November 2013

Sederet Pelangi

Entah harus darimana ku coretkan tinta berabjad ini untuk mengapresiasi dirimu. sudah sekian lama walau waktu tak kunjung membuat kita saling bercengkrama, aku tetap kagum. sosok pemuda yang super satu misi mewujudkan mimpi negeri. sayang tapi kali ini ku tak akan mampu bersua denganmu kembali. jarak kota budaya jawa itu terlalu jauh untuk ku rengkuh. meskipun delman dan hiasan belangkon orang-orangnya cukup menarik untuk di kunjungi. 
kala memang media bisu ini yang mampu mempertemukan, aku hanya tertunduk lesu. berkaca malu pada diriku yang masih diam enggan berlenggang cepat menata negeri. tetap saja lingkungan sangat mencekam ketika aku memulai itu semua sendiri !
sekian kali ku tertegun, pada layar kaca muram ini. kau begitu ambisius. masih pekat bersama semangat yang kau siratkan pada jiwa melompong ini. tak habis pikir setiap melihat ego mu itu aku malah tertarik untuk ikut menjadi pemuda yang ini itu. bertindak, beraksi dan membawa perawakan pemimpin esok. 
serta sejak itu pula jemariku akan melahirkan sajak amatiran untuk menyapamu. walau ku tau diri kau tak akan tertarik akan sastra kacangan ini. sungguh ilmu yang membalut hidupmu dan hidupku tak berbeda jauh. sama-sama mempelajari alam dan sandiwaranya.
kau tetap berkarisma dalam usia seperempat waktumu itu. bersama senyum dan gigi gingsul yang mengembang tipis. aku juga ingin belajar menjadi sepertimu, meskipun kau menilai jiwamu sndiri itu adalah buruk. tapi bagaikan pelipur lara dan pembatas rasa keputus asaan ku, ketika ku berbincang pada foto yang menjadikan sosok figurmu itu hidup. dalam mata hati terjauh ku ingin menyapamu kembali. semoga ku tetap menjadi diriku bersama semangatmu yang ku petik untuk selalu mencintai ibu pertiwi.

Jumat, 22 November 2013

Ruang Kelabu

Biarkan bilik jantung itu mengumpat
Dalam diam yang tak kunjung berwelas asih
Hingga untaian waktu melelang isi alur hidup
Nanti pada akhirnya jua kita kan bersua

Hamparan jerami siap mengisi perut rakyatnya
Ku saksikan perbedaan hiruk pikuk disini
Membuyarkan keheningan senja
Aku ingin cepat berlari
Meniti setapak dengan ratusan kilometernya
Kala badan sudah tak tau menyimpan rindu
Dua minggu yang lalu 
Hanya berkat sederet kalimat berbaris rapi
Serta tutur cerita sang awak akrab
Kami mendekat tanpa sekat

Begitu awalnya aku sudah paham
Hidupnya pekat dalam kubangan lumpur
Namun apa daya hati kala sudah terbius
Rasanya nurani ikut berdoa menuntunnya
Pelik hidup yang menertawakannya
Tak jua membuat nyali ciut untuk mengenalnya
Sudah memang jalan Tuhan
Bagai kunang-kunang yang awam
Menyentuh dan membaur dengan jiwanya
Mungkin aroma ketulusan itu hadir
Mendeskripsikan kami dalam kisah
Spercik merah jambu dalam senja kelabu