Kamis, 10 Maret 2016

Petang pada Pagi



Padamu sebuah ulasan cermin mata hatiku
Ketika padang pasir mengeringkan dedaunan
Dan mentari menyingsingkan kemarau
Aku menemukan hujan pada setetes embun
Membasuhku pada awal ajaran kata bersabar
Memang dahagaku begitu menghujam
Rasa penasaran akan belantara kehidupan
Memaksa diri meninggalkan sangkar

Sampai pada akhirnya
Ku begitu membenci pagi
Pagi tak mendatangkan putih hati
Pagi yang tak mengerucutkan iman tuk berserah diri
Pagi yang mengurung mimpi pada dendam duniawi

Lalu ku lanjutkan perantauanku
Bebas melepas langkah kaki menyusuri jalan
Sampai ku bertemu petang
Gelap gulita merajam
Tapi sementara itu ku saksikan hujan
Menyerbu hati untuk membawaku berlari
Ia tak pernah menggurui
Atau menelaah diriku agar tak boleh mencari jati diri

Ketika itulah ku saksiskan pelangi
Membias syahdu seperti melodi
Melingkar nan ayu diantara bola mataku
Ku menemukan warna diantara secarik kisah hidupku
Dan aku menyayangi malam
Malam tempat membuka mata hati
Malam untuk menyapa sang ilahi
Dam malam untuk bertutur kata

Petang pada pagi
Bahwa diri tercipta untuk ditakdirkan sendiri
Bukan untuk dipenjarakan pada sudut perangai

Petang pada pagi
Karena disini bukan katak yang berteot dalam tempurung
Tetapi nyawa manusiawi yang ingin membebaskan nurani

Senin, 08 Februari 2016

Kita Sama

Dalam kecupan embun pagi
Semanis menyeret senyum mentari
Menggelengkan seisi suara kicauan burung
Bumi pertiwi dalam dekapan hijau permai nan damai

Sisi barat berselancar menuju sisi timur
Rimbunan kekayaan alam
di tabung rapat dalam perut bumi
Maha surga dunia kata orang

Indonesia negeri seribu rupa
Terbalut indah dalam masyarakat madani
Bercengkrama akan sikap toleransi

Diantara cakrawala dan leret senja
Pandanglah anak-anak diatas bukit bersua
Menikmati semilir angin sapaan tentang sebait mimpi mereka
Atau kala kau melihat diantara jajaran gedung megah
Berbaris rapi bangunan modern disangga tiang bendera
Masih sama menyimpan asa seperti lainnya
Semua punya hitungan mimpi diatas pelangi
Entah bagaimana merengkuhnya
Sampai pada batas malam tak mau menyaksikan sumpah
Bahwa mereka memang benar akan berhasil
Siapa orang yang berani berdialog pada kebodohan
Karena tak ada manusia serendah tanah
Lalu begitu saja tunduk pada perintah tak tau asuhan

Semua adalah sama
Seperti pada sebatang besi dan ranting yang rapuh
Pasti jua menemukan jalan
Biarlah mimpi berlari menemukan ceritanya
Saling mengisi diri yang separuh melompong
Dan tetap rukun pada lantunan doa persaudaraan