Minggu, 23 Maret 2014

Entah Apa



Entah apa pada pagi itu masih terlihat pekat tertutup kabut. Tak ada raut muka masam dan senyum bibir sumringah membanjiri wajah. Kiat ingin menemui pagi yang begitu indah dengan seberkas cerahnya, seperti hanya lamunan diantara senda gurau, guntur dan pekatnya mendung yang hadir. Saat itu pula aktivitas kembali menjaring serangkaian waktu hidupnya. tatkala ia kembali bercengkrama dengan berbagai raut muka di sekitarnya.
Ia hanya mampu mengumpat pada bait bait keramahannya. Walau jauh di sebrang hatinya yang membisu itu terdapat duri duri tajam yang tengah menggerogoti kebahagiaannya. Memang tak perlu orang lain mengetahui bahwa ia hanya merasa sendiri. Meskipun sudah ada jantung hati sebagai pelipur lara diantara linangan air mata, tetap saja beban selamanya akan menjadi benalu.
Pada suatu ketika ia ingin mencari padang rumput yang luas, dengan di selingi pepohonan yang membungkuk berayun ke bawah memunggungi sinar matahari. Jauh dan jauh sekali dari keramaian dan kebisingan suara manusia. Biarkan alam yang berlaku jenaka kali ini mewarnai hidupnya. dan hanya ia bersama cerita baru di sekelilingnya. Ia ingin berlari menyusuri tebing dan terjatuh akibat tindakannya sendiri. Ia ingin menembus jajaran hutan belantara yang terselingi jamur dan lumut beraroma meisiu alami. Begitu pula raganya ingin mengalir megikuti derasnya aliran sungai yang tak bermuara. Lalu ia tersenyum sendiri akibat ulahnya yang tak karuan.
Pada setengah malam ia akan merasa ketakutan karena tak ada yang mau berbagi cerita dengannya. Semuanya begitu sunyi. Ia tak memahami seberapa rumit bahasa kalbu antara sesama binatang, ataupun bahasa rumpun diantara jajaran semak belukar. Hanya menggumam dengan angin serta angan dan hati kecilnya saja. Dan suatu saat ia bangun dari semua penjelajahannya itu. begitu bebas dan lepasnya hidup dengan berbagai konsekuensi yang ada. Bukan menjadi seekor burung yang tersungkur dan diam dalam sangkarnya.
Ia juga ingin membangun cerita sendiri sesuai keinginannya. Bersama penjaga hatinya, hingga tak ada lagi yang terlalu bersikap cerewet dalam mengomentari kehidupannya. Ia ingin menyusuri jendela dunia yang masih terbuka lebar. Bukan malah terjerembab pada seonggoh tempurung yang sempit.
Semoga padang sinar mentari dan rembulan masih mau menanti, entahlah sampai kapan. Dan entah apa yang akan ia temui nanti. Jalan setapak masih banyak yang belum di telusuri oleh kaki mungilnya. Serta jemari tangannya masih pula ingin menyentuh pernak pernik dunia. Ia akan menjadi kawanan orang dengan segudang angan. Semoga ia mampu menjangkau awan diatas badai serta pelangi diantara rinai hujan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar